Senin, 26 Januari 2015

Broken Home Bukan Akhir Segalanya

Obrolan kita pagi ini berkisar pada kebanyakan keluhan dari siswa-siswi sekolah yang mengalami broken home, yang menjadikan keadaan itu adalah akhir dari segalanya, sehingga banyak yang berkembang tidak terarah dan menjadi manusia yang putus asa.


Broken Home Bukan Akhir SegalanyaBerangkat dari suatu keterbatasan, aku tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang tidak utuh, lebih tepatnya korban broken home. Ayah
meninggalkan kami dan hidup bersama wanita pilihannya, Ayah seorang PNS, tapi aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya awal bulan dimana  sebagian orang selalu menantinya yang dikenal dengan bulan muda, yang saat itu apa saja keinginan bisa diwujudkan. Tidak begitu untuk aku,harus menghela nafas panjang ketika suatu keinginan terbersit dalam benak. Hanya tetesan mutiara yang selalu jatuh dari pipi..Jatah dari ayah 10 kg beras, tentunya sangat minim untuk kebutuhan ibu, aku dan saudaraku yang masih dalam masa pertumbuhan.

Hari demi hari pun berganti tahun demi tahun, usiapun bertambah, aku dan ketiga saudaraku terus berjuang menghadapi hidup tanpa penghasilan dari orang tua,berjuang untuk sesuap nasi, berjuang untuk bisa duduk  dibangku sekolah, untuk bisa membayar uang spp setiap bulannya.”ayah pasti sudah lupa sama kita” terkadang kata-kata itu harus terlontar,namun ada keluarga dan tentunya ibu yang begitu kuat memberi kami semangat dan ia mempunyai doa yang begitu ijabah, sehingga setiap doa-doanya selalu dikabulkan, ibu kami ibu sama ibu.

Begitu berat beban hidup yang harus aku dan keluargaku pikul, namun kami tetap sabar dan terus berjuang menggapai tekad, dengan harapan suatu saat nanti bintang itu pasti kami raih, dengan kata lain “sukses”. Kata broken home itu tidak menjadi halangan untuk berprestasi, begitu masuk SD aku langsung rangking 1 dan begitu juga saudara-saudaraku selalu menorehkan prestasi yang gemilang, saat itulah terlontar pertanyaan ,”Dia anak siapa?”, pasti dia bangga…hhhh aku menghela nafas panjang, berangan seandainya ayah mendampingi anaknya yang berprestasi.

Namun itu tidak menyurutkan perjuanganku dan keluargaku untuk terus hidup dan berprestasi, tanpa aku duga Alhamdulillah aku bisa menyelesaikan SD yang seharusnya orang lain tempuh selama 6 tahun, namun aku selesiakan dalam jangka 5 tahun saja, waktu itu baru naik kelas 2 langsung kelas 3, katanya kepala sekolah aku “pinter”,,hehe..aku jadi besar kepala, tapi tidak sombong lho…

Masuk SMP aku mulai belajar bantu-bantu tetangga untuk beres-beres rumah, nyeterika, nyuci dan masak, habis itu kan dikasi uang dan lainnya. Uangnya aku pakai buat bayar SPP dan ongkos ke sekolah. Jatah dari ayah terlalu minim karena harus dipakai untuk semua keperluan keluarga.

Di sekolah aku punya banyak teman dan mereka sering kerumah belajar bersama. Tanpa terasa tahun terakhir sudah tiba, Ujian Nasionalpun tinggal sebentar lagi. Waktu itu aku tidak berpikir dimana akan mendapat biaya untuk melanjutkan ke SMA, hanya saja keinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi tidak pernah surut. Tidak lupa doa ibu selalu meyertai setiap langkahku.

Allohu Akbar…Allah maha besar ,Allah maha mengetahui,rizki-Nya tidak pernah putus jika kita selalu mengingatnya, selalu berdoa kepadaNya.

Dengan petunjukNya jualah akhirnya kakakku mendapat proyek membuat laporan dengan mesin ketik yang suaranya tok…takk, sampai lembur. waktu itu Rp. 25.000 pun didapat, pas dengan uang yang aku butuhkan untuk menyewa kost. Allah swt telah mengirimkan rizkiNya untuk aku.Hal ini tidak seharusnya dialami oleh putra putri PNS, sangat miris. Namun aku tidak pernah menyalahkan keadaan, ini hanyalah sebagian dari titahNya yang harus kita jalani dengan sabar dan  ikhlas.

Tiga tahun aku tempuh pendidikan di SMA, prestasi yang ku raih tidak  mengecewakan, awal masuk langsung dapat sepuluh besar pertama, begitu seterusnya.rizki Allah pun mengalir bersama doa-doa ibu yang selalu menguatkan setiap langkahku. Walau tak satu waktu pun ayah berkenan mengunjungi aku, bahkan sampai tamatpun ayah tidak pernah tahu gang mana yang harus dimasuki untuk mencari alamat kostku. Aku harus menerima penghargaan raport dan  NEM tertinggi sendirian tanpa didampingi  orang tua.itu bukan alas an untuk kita berhenti berprestasi. Tapi ibu selalu mengingatkan untuk tetap berbakti kepada ayah.karena tanpa ayah aku tidak akan terlahir ke dunia ini.

Tamat SMA aku bingung, kalau kuliah, darimana biayanya? Tak terpikirkan. “meganggur”..hhhh.
Rizki Allah swt datang lagi, aku mendapat panggilan untuk mengabdi di suatu Madrasah, yang waktu itu honornya Rp. 4.000 saja per bulannya,jelas tidak cukup untuk transportasi ke sekolah tiap hari, namun itu tak menyurutkan pengabdian ku untuk mendidik anak bangsa. Aktivitas mengajar aku jalani dengan sabar ikhlas walau dengan keterbatasan.

Setahun kemudian,berkat doa ibu dan keluarga, tanpa diduga rizki Allah swt datang, proyek  D3 penyetaraan untuk guru-guru madrasah datang dan aku salah satu yang dapat,dan itu pendidikan gratis..  lagi-lagi hanya Alhamdulillah yang sedalam-dalamnya, dan hanya kepada Allah SWT pujian itu terkirim.
Tiga tahun menyelesaikan pendidikan D3 dan langsung melanjutkan S1, sambil tetap mengabdi di Madrasah., dan waktu itu  ayah mendampingi wisudaku.

Tanpa terasa sekarang sudah 16 tahun mengabdi, dan apa yang aku dapatkan sekarang, kesuksesan, dengan lulus sertifikasi dan juga inpassing..

Sekarang aku bisa beli apa saja yang aku inginkan tanpa harus meneteskan airmata.
Sekarang aku tidak perlu meneteskan airmata untuk membeli obat batuk buat kakak…
Sekarang aku bisa bercerita bangga kepada murid-muridku, bahwa broken home bukan akhir dari segalanya.

Alhamdulillah………………
Terimakasih untuk semua keluarga yang sudah mendukung setiap langkahku sehingga bisa seperti sekarang ini.

Dari goresan tersebut banyak makna yang dapat kita ambil. Dan makna itu mudah-mudahan menjadi semangat untuk generasi-generasi bangsa bahwa :
  1. Rizki Allah,swt tetap mengalir,asalkan kita tidak lupa bersyukur kepadaNya. Allah swt maha kaya, Maha Besar dan maha segala maha.
  2. Doa ibu sangat ijabah, hiduplah dengan disertai doa ibu.
  3. Hidup dengan keterbatasan ekonomi bukan halangan untuk berprestasi.
  4. Hidup dengan keluarga yang tidak utuh bukan halangan untuk berjuang dan berprestasi.
  5. Broken home bukan alasan untuk menjadi manusia baik dan berprestasi.
  6. Bahwa kita harus berbakti pada orang tua bagaimanapun keadaannya.

Komentar anda sangat berarti bagi kami.